Rabu, 11 Desember 2013

Untuk Sebuah Nama Berinisial T



Untuk sebuah nama berinisial T,

ini hanya sebuah tulisan yang sama sekali nggak penting untuk dibaca pun untuk ditulis oleh diriku sendiri. Entahlah, meskipun ini nggak penting. Tapi bagi kelangsungan hidup yang akan datang, ini penting banget. Lah, makin ngawur aja ini tulisan! Oke, langsung masuk ke pokok masalah yang akan dijelaskan sejelas-jelasnya:


sebenernya aku bingung mau nulis apa, dengan suasana dingin yang memeluk lebih erat ini membuat aku gugup. Gugup untuk menuliskan semuanya yang ada di dalam hati ini. Sama seperti rasa gugup yang tiba-tiba datang menyergap saat aku melihat senyumanmu, mendengar sapaan renyah yang dikeluarkan oleh bibirmu. Yang pasti, aku selalu berusaha untuk menenangkan jantung ini, dengan antrian suara dag-dig-dug-dag-dig-dug-dag-dig-dag-dig-dug-dag- yang hampir datang bertubi-tubi. Aku menyerah! Biarlah, setidaknya bunyi jantung yang hampir meledak itu bisa menyadarkanku bahwa aku masih hidup. Hidup untuk menumbuhkan rasa asing yang melekat di dalam hati ini, sendiri.

Untuk sebuah nama berinisial T, 
aku capek. Pernah nggak sih, kamu ngerasain jatuh cinta diam-diam? Hanya kamu sendiri yang tau. Hanya kamu sendiri yang ngerasain. Kalo kangen atau rindu cuman bisa diem. Mau curhat ke temen sendiri malu karena takut ketauan. Jadi, aku capek untuk melulu curhat ke benda mati dan bosen nulis bahwa sebenernya aku suka sama kamu. Aku capek stalking timeline facebook dan twitter kamu. Aku capek main sandiwara di depan temen-temen kalo aku nggak punya perasaan ke kamu. Dan kamu nggak harus ngebales perasaan yang sama. Aku hanya butuh kamu tau tentang perasaan ini. Itu udah cukup dan udah bikin aku seneng.

Untuk sebuah nama berinisial T,

setiap hari, aku selalu menemukanmu dengan cara tiba-tiba, di setiap kedipan mata. Aku sama sekali nggak ngerti kenapa itu bisa terjadi.


Untuk sebuah nama berinisial T,


maaf, jika aku sudah berani menaruh rasa jatuh cinta diam-diam ini jauh di dalam hatimu. Tapi, sungguh, aku tidak bermaksud untuk masuk ke dalam kehidupanmu. Dan aku hanya bisa mengucapkan terimakasih atas semua waktu yang telah terjadi. Enam bulan sudah aku memendam perasaan ini sendiri tanpa ada orang yang tau. Dan terimakasih juga atas kiriman-kiriman banyaknya rindu. Saking banyaknya, aku hampir gila.


Untuk sebuah nama berinisial T,


ajarkan aku untuk melupakanmu. Tapi sebelum kalimat ini ditulis, izinkan aku untuk mencintaimu lebih dalam lagi.

Rabu, 20 November 2013

November datang dengan tiba-tiba!


Hampir sebulan lebih nggak cuap-cuap di blog. Bukan males, tapi tugas sekolah seringkali menghantui dan menghakimi waktu yang aku punya. Oh, ya.. setelah lama nggak buka blog jiwa ini berasa ada yang kurang. Mungkin, pada dasarnya aku menggunakan blog untuk menulis curhatan yang bisa dibilang bisa sedikit mengobati kegundahan hati. Ah, entahlah.. apapun  itu, hari ini aku bisa nyempetin buat nulis dan menengok dunia keduaku ini. Sebenernya banyak cerita yang akan aku tulis disini dan dipublikasikan ke semua orang. Tapi nyatanya lagi-lagi aku belum bisa. 


Aku bosen harus menulis setiap hari, aku juga pengen jadi manusia normal yang kalo curhat ke benda hidup, yang bisa memberi secuil solusi atas apa yang aku curhatin itu. Nggak melulu curhat ke benda mati yang hanya menikmati setiap goresan pena yang mengalir deras tentang kekecewaan hati atau rindu yang mulai beranak pinak sampai ia terjatuh sakit. Tuh kan, rindu lagi..


Disini aku cuman mau nulis, dalam keadaan ribut dikelas, mengetik menggunakan laptop Heni, dengan keadaan badan yang nggak enak, hati yang sakit dan segala kecemasan yang menguap di udara, bahwa : dengan cara apalagi supaya bayanganmu pergi dalam memory otak ini?


Ah, setidaknya aku ada usaha untuk segera menghapus bayangan dan namamu dalam memory hati. Dan, tak semudah itu. Sudah dua puluh minggu aku belajar agar perasaan ini di hukum mati. Tapi, semakin aku berusaha untuk melupakan, semakin kuat pula aku ingat. Demi apapun, aku benci setengah mati.


Hai, November? Banyak cerita yang aku dapat dari hujan yang selalu turun menangis sesenggukan. Akibatnya, dingin memelukku lebih erat dari yang aku kira. Puluhan cangkir kopi telah tumpah mengalir kedalam jiwa. Tak ada yang lebih bahagia selain bisa menemukanmu diantara rintikan hujan itu. Di hari kedua puluh satu ini, aku cuman berharap, agar rindu yang ada di dalam jiwa ini segera pulih. Dengan menemukan sepotong senyuman dan sepasang mata indah itu sebagai obatnya.


Sekian, salam kecup untuk November!

Jumat, 11 Oktober 2013

Jadilah yang Terbaik


Pada dasarnya sifat manusia itu cenderung senang ketika melihat teman dekat atau kerabatnya mengalami sebuah musibah. Barang tentu disini hanya musibah kecil seperti kehilangan uang sebesar sepuluh ribu rupiah misalnya. Walaupun sifat manusia itu lebih banyak yang baik dibandingkan yang buruk. Dan entah kenapa, rasa iri dan dengki itu sudah biasa melekat dan terpatri di dalam hati. Sehingga, ketika ada teman yang mempunyai barang baru atau memenangkan sebuah lomba, bukannya senang, malah merasa cemburu dan iri. Dan itu wajar. Jadikanlah rasa iri itu sebagai tonggak motivasi agar diri kita bisa lebih baik. Jangan pernah merasa menyesal dengan apa yang sudah kita miliki. Allah sudah menciptakan manusia itu dengan sangat sempurna. Iya, kamu itu sempurna. Biasakanlah selalu melihat keadaan yang dibawah, melihat anak-anak kecil yang sudah bekerja membantu orang tua misalnya. Padahal, usia mereka harusnya sedang berada di sekolah. Menuntut ilmu setinggi langit. Dan janganlah takut bermimpi. “bermimpilah, karena jika engkau bermimpi, tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu itu” itu kutipan yang selalu aku ingat dari penulis Andrea Hirata. Jangan jadi diri sendiri dengan apa adanya. Tapi, jadilah diri sendiri yang terbaik dari yang paling baik.

Selasa, 08 Oktober 2013

Berhentilah!

Barangkali aku hanya mempergunakan waktu untuk tetap mengingatmu. Aku juga tau, dengan atau tidak mengingatmu itu sama sekali tidak membawa pengaruh atau dampak yang besar untuk dirimu sendiri, malah, yang lebih ironis, dampak itu berbalik dan menyerang pada diriku sendiri karena telah mempergunakan waktu dengan sangat sia-sia. Kadang, aku selalu berfikir, kenapa bisa aku selalu menyimpan kamu dalam memory otak dan menjadikannya sebagai ingatan yang wajib agar selalu di ingat. Walaupun, ingatan itu akan menyergap untuk menyadarkan hati agar cepat-cepat berhenti karena itu hanya suatu hal yang tidak pasti. Belum tentu kamu seperti aku, yang terus mengingatmu setiap waktu. Tapi, kenapa jika aku berusaha untuk tidak mengingatmu, malah ingatan itu semakin susah untuk pergi. Sungguh, aku sama sekali tidak mengerti. Ada yang mengatakan, kalau ini adalah cinta. Dan seringkali aku bertanya pada diri sendiri, benarkah ini cinta? Seketika, semua terjawab oleh logika. Jika ini cinta, kenapa aku seringkali sakit hati. Jika ini cinta, kenapa harus aku yang selalu menunggu. Jika ini cinta, kenapa kamu tak pernah ada. Jika ini cinta, kenapa selalu aku yang dihakimi. Jika ini cinta, kenapa harus aku yang merasakan perasaan ini sendiri. Jika itu cinta, kenapa tidak kita yang selalu bersama?

Jika mencintaimu hanya bisa menciptakan rasa sakit di dalam hati, sudah seharusnya aku bertanya pada diri sendiri : "pantaskah kamu untuk aku cintai?". Biarlah, setidaknya aku bisa mengasihani diriku sendiri dengan berusaha melupakan kamu secara perlahan. Jika akhirnya aku mengingatmu lagi, aku harap kamu datang tanpa melukai hati ini. Cobalah untuk tidak memberikan harapan agar aku tidak merasakan bahwa kamu juga mencintaiku, padahal aku tau, kamu tidak mencintaiku sama sekali. Berhentilah, aku mohon berhentilah untuk membuat aku besar hati kalau kamu memang diciptakan hanya untukku. Mungkin, semua heran dengan apa yang terjadi. Aku bilang, aku cinta kamu. Tapi, do'akanlah, agar kalimat "aku cinta kamu" bisa berubah seiring berjalannya waktu dengan kalimat "kamu cinta aku". Demi apapun, aku adalah orang yang susah untuk jatuh cinta. Tapi, kenapa? Saat aku berhasil jatuh, kenapa cinta ini jatuh di hatimu dan hanya menciptakan luka untuk aku nikmati sendiri. Sejujurnya, jika ini sudah jalan tuhan, aku terima dengan lapang dada. Tapi, aku mohon, bangkitkan aku kembali agar tidak salah jatuh di lain hati. Biarlah, setidaknya pena yang aku goreskan ini tau bahwa aku pernah mencintaimu dan sedang berusaha agar cepat-cepat melupakanmu.

Jumat, 04 Oktober 2013

Untuk Kamu, Za!


Za, itu namamu yang sering aku peluk ketika rindu ini sedang sakit. Mungkin, kamu memang diciptakan untuk aku nikmati. Bukan untuk aku miliki.

Za, jika kamu sedang bersedih. Kemarilah, aku punya beberapa cerita lucu yang sanggup membuatmu terkekeh geli. Tak terbayangkan jika aku bisa membuatmu tertawa, Za. Pasti jiwa ini segar karena saking bahagianya.

Aku suka keluar rumah ketika malam datang. Hanya untuk duduk di beranda, mendongak dan menelanjangi langit. Tentu kamu tau maksudku, Za. Iya, karena aku suka sekali melihat bintang yang bertaburan di langit. Dan ketika di suatu malam langit mendung, aku murung mengutuk diriku sendiri. Aku murung bukan karena langit itu mendung sehingga bintang tak menyapaku. Aku murung karena kenyataannya aku lebih suka melihat senyumanmu, Za. Dari pada melihat bintang. Tersenyumlah, Za.. Aku sayang kamu.

Aku pernah beberapa kali mengintipmu dari celah-celah jendela kelasku. Sebab, aku tak mungkin memperlihatkan gerak-gerikku kalau sebenarnya aku sudah lama  menyukaimu, Za. Terlebih pada senyummu.. Ingin rasanya aku curi senyummu itu, Za. Dan akan ku simpan pada bibirku sendiri. Agar jika aku tersenyum, senyum ini milik kamu..



Ingatkah kita pernah berburu senja bersama, Za? Waktu itu, aku belum jatuh di hatimu. Malah, aku sudah meyakini diriku sendiri kalau kamu tak pantas untuk aku cintai. Tapi, kenapa semuanya jadi begini. Kau apakan aku, Za, hingga cinta yang aku rasa terhadapmu besar sekali?

Ada seorang teman yang memberitahuku kalau kamu sudah mengetahui tentang perasaan ini. Sungguh, baru kali ini aku mempunyai rasa yang membuat aku takut sendiri. Iya, Za.. Aku takut jika kamu menjauh dariku. Aku takut membuat hidupmu jadi risih akibat perasaan ini.

Banyak rindu yang tiba-tiba menyergapku, dan memaksaku untuk membuatkan puisi untukmu, Za.. Dan tak terkira, sudah ratusan puisi yang aku buat untukmu, Za.. Hanya untukmu, dan tetap hanya untukmu..

Za, diterakhir tulisan ini, aku hanya ingin menyampaikan sesuatu. Maukah kamu berbincang hangat denganku sambil minum kopi?