Jumat, 04 Juli 2014

Jiwa Pemalas

Ya Rabb, aku masih bertahan seperti dulu. Hidupku belum sepenuhnya berubah menjadi lebih baik. Tapi semua perubahan itu pasti melalui tahap proses, kan? Aku percaya, dengan waktu aku bisa merubah segalanya. Merubah diri, untuk membersihkan kerak-kerak keburukan yang melekat di dalam hati. Semoga waktu berkenan untuk selalu tetap mengajarkan mengenali kerasnya kehidupan yang manis. 

Aku pikir, usia 17 tahun, aku belum mengenali diriku sepenuhnya. Dan aku benci pada diri ini yang sangat pemalas. Entah dengan obat apa supaya jiwa pemalas ini pergi. Aku paham jika semua orang juga mempunyai rasa malas. Karena itu sifat manusiawi. Tapi, jika malasnya berlebihan, itu akan berdampak buruk bagi masa depan. Bagaimana bisa mengejar cita-cita jika baru saja melangkah selangkah sudah di sergap oleh rasa malas itu sendiri. Aku masih tidak yakin masa depanku nanti bakalan cemerlang nantinya, jika aku masih jadi orang pemalas seperti ini.

Apapun itu, setiap hari aku selalu berusaha merubah hidup menjadi lebih baik dengan caraku sendiri. Jika aku sudah berhasil melumpuhkan segala keegoisanku, aku pasti sudah merasa menjadi manusia seutuhnya. Entah kenapa!

Minggu, 13 April 2014

Kesepian

Aku kira aku baik-baik saja. 
Kesepian sudah biasa menemaniku.

Jika kamu berkenan, coba kirimkan pesan singkat untukku. Menanyakan kabar atau sekedar basa-basi sedang apa dan dimana? Sungguh, jika itu terjadi, pasti aku sangat senang.

Racau

Baru bangun tidur nih!
Dan semua berita di televisi menayangkan tengtang UN, di koran, di internet, di mana-mana. Aku pikir UN nggak semenakutkan itu. Iya, kan?

Eh, kalo aku kasih semangat buat kamu yang lagi ngadepin UN, ada efeknya nggak sih? Oh, ya, hari ini ada pelajaran apa aja? Ini baru hari pertama loh, aku yakin kamu bisa!!

SEMANGATT!!! Aku cuman mau bilang itu, dan pasti kamu nggak akan peduli, Apapun itu, terserah! Yang penting, aku selalu bahagia. Setiap hari. kamu tau?

Selasa, 08 April 2014

Mungkin

Beberapa hari belakangan ini aku selalu merasa cemas. Aku juga tidak tau apa yang sedang terjadi dengan hidupku ini. Aku pikir semua baik-baik saja. Berjalan normal. Semua keinginan, semua semoga yang aku ucapkan setiap hari terkabul dengan sendirinya. Aku perlu banyak terimakasih kepada teman-teman yang meminjamkan telinganya untuk mendengar curhatanku. Maaf, jika aku terlalu banyak mengoceh. Tapi, hanya dengan cara itu supaya jiwa ini bisa pulih kembali.

Aku hanya ingin bilang, mungkin saat menulis ini aku sedang tidak sehat. Semoga kamu percaya!

(T)ak Sengaja

Lima hari lagi kamu menghadapi Ujian Nasional tingkat SMA diseluruh Indonesia. Sungguh, kenapa aku jadi cemas begini. Padahal, bukan aku yang akan menghadapi Ujian. Aku tau, kamu juga cemas. Aku berharap semoga kamu selalu diberi kesehatan agar bisa mengerjakan soal dengan sebaik mungkin. Lapangkanlah hatimu saat membaca soal-soal bahasa Indonesia. Bersabarlah, semua akan baik-baik saja.

Kamu tau? Aku ingin menulis beberapa kalimat yang mungkin tidak penting, seperti ini: "Semangat untuk beberapa hari kedepan! Semoga selalu diberi kelancaran saat mengerjakan soal!". Lalu aku menempelkannya dengan solatip diatas kursimu. Seperti dulu, saat kamu sedang menghadapi semester. Aku harap-harap cemas. Takut kamu tidak membacanya atau ketahuan orang lain. Hari pertama tidak ada jawaban. Aku makin gelisah. Baru dihari kedua kamu lewat di depan kelas, aku ingat, lalu kamu mengatakan "Terimakasih. Kamu juga." dengan sedikit tersenyum.

Aku diam. Seolah waktu berjalan dengan gerak yang lambat. Hatiku mulai bergemuruh. Beberapa detik kemudian semuanya meledak! Entah petir macam apa yang tiba-tiba menyambar kepalaku, menghamburkan bunga-bunga dalam dadaku. Seketika otot-otot bibirku bekerja melengkungkan senyum yang tak sudah-sudah. Dan rasa bahagia berlesatan diseluruh jalan darahku.

Aku berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa tadi tidak mimpi. Membenamkan wajah pada kedua tanganku. Mungkin pipiku sudah berubah jadi memerah. Aku malu.


Tapi, untuk kali ini, aku urungkan niat untuk melakukannya lagi. Walaupun sebenarnya ucapan semangat itu sudah aku tulis dan telah aku siapkan sebatang coklat untuk kamu. Berharap coklat pemberianku bisa melumerkan suasana panas dalam hatimu. Tapi, sudah aku bilang, aku tidak mungkin melakukannya lagi. Semuanya sudah selesai! Semua harus segera dilupakan!


Aku menuliskan ini saat acara istigosah telah selesai. Aku tak sengaja menemukanmu diantara banyaknya manusia yang berpakaian seragam. Meskipun hati ini enggan untuk memperhatikanmu lebih lama lagi. Tapi, ada diri aku yang lain, yang terus ingin menyelidik dari balik jendela kelas. Aku tetap berusaha terlihat wajar di hadapan teman-teman. Sesekali aku berpaling ke arah yang lain. Dan setelah itu, memperhatikanmu kembali. Supaya tidak ada yang curiga dengan kelakuanku ini.

Kamu memeluk beberapa teman-temanmu yang lain, semacam salam perpisahan. Matamu sedikit sembab, mungkin tadi saat istigosah kamu menangis.

Aku menghela nafas panjang. Ada sesak yang terjebak di dalam dada. Aku berusaha menenangkan diri sendiri agar tidak merasa kehilangan. Bukannya semua akan pergi? Semua akan hilang menjadi kenangan. Tidak ada yang perlu di pertahankan. Aku mengutuk diri sendiri, berkali-kali!

Bibirku mengucapkan mantra semacam do'a dan meniupkannya agar angin berbaik hati membawanya terbang sampai ke langit. 

Aku hanya ingin kamu cepat-cepat lulus. Setelah itu, silahkan bertemu dengan hidup yang sebenarnya. Mewujudkan mimpi yang sudah lama kamu lupakan. Semogaku terus ada untuk kamu. Tersimpan rapi dan bersembunyi di dunia yang tidak akan pernah kamu tahu! Cepat pergi dan lari dari hadapanku, untuk selamanya! Aku mohon, agar bisa hidup tenang tanpa bertemu lagi dengan kecemasan.

Minggu, 06 April 2014

Ya Allah

Ya Allah, peluk aku, aku mohon..

(T)anpa Judul

Untuk kamu, yang namanya tak mungkin aku tulis kembali. Aku hanya ingin minta maaf dengan segala apa yang sudah terjadi. Aku tau, seharusnya ini tak boleh terjadi. Semoga kamu selalu berbaik hati kepada diriku yang dulu pernah mencintaimu. Mungkin, ini memang lucu. Hahaha.. Bukannya benar begitu? Kamu tidak usah malu-malu untuk menertawai segala kecerobohanku. Dan aku pikir, perasaan ini memang sudah tidak ada lagi. Hilang bersama banyaknya luka yang kamu beri untuk aku nikmati.

Kamu tau? Keinginan terbesarku saat ini hanya ingin berani mengatakan bahwa, "semuanya aku yang salah! Aku mohon maaf!" Di hadapanmu.. Setelah itu, aku akan pergi..

Sunyi

Diam-diam aku di peluk sunyi. Berkali-kali. Lagi dan lagi.
Aku tak pernah mengundangnya apalagi memintanya untuk sekedar menemani.
Sunyi selalu mengejutkanku dari perangai waktu yang katanya selalu menang lomba balap lari.

Sunyi mencumbu leherku tanpa rasa malu.
Menelanjangi kelakuan busuk, sifat dengki dan segala macam bentuk rupa yang tidak pernah aku tau sebelumnya. Aku terlalu kerdil untuk mengenal diri sendiri.

Aku selalu tertipu dengan jebakannya yang cerdik sampai direnggutlah keperawananku.

Sesekali aku pernah mendengarnya terbahak-bahak karena berhasil mengelabuiku. Barangkali memang sunyi lebih brengsek!

"Nanti, jika Ia datang, tolong sampaikan aku sedang sibuk! Tidak ingin diganggu oleh siapapun. Berkas-berkas di meja kerjaku masih menggunung karena belum sempat tersentuh sama sekali. Aku capek. Ingin segera cepat pulang dan membuang kecemasan." aku titipkan pesan itu pada angin, Ia hanya mengangguk dan manut pada amanah yang aku tugasi. Lalu pergi tanpa salam perpisahan ataupun senyuman pasti.

Aku limbung. Tiba-tiba kepalaku berat sekali. Ada yang menggerayangi tubuh sampai aku tak sadarkan diri.

Setelah itu, aku bermimpi.
Duduk di pelantaran sunyi, terjebak oleh hiruk pikuk kesalahan hidup sendiri.

Rabu, 26 Maret 2014

Surat Untuk Calon Suamiku



Hai, apa kabar calon suamiku? Semoga selalu dalam keadaan baik. Aku harap begitu. Jika kamu menanyakan hal yang sama, disini aku baik-baik saja. Sungguh! Aku selalu baik. Jika kamu tidak percaya. Betapa lucunya dirimu. Sebab, Allah selalu memberikan yang terbaik, bukan? Meskipun yang Ia berikan kadang-kadang selalu membuat hati kita sedih. Tapi, semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur. Tidak kufur nikmat dan tidak termasuk kedalam orang-orang yang sering menganiaya diri sendiri.

Calon suamiku, dimanapun kamu berada. Semoga kelak kita di pertemukan dengan cara yang terbaik. Yang bisa memperoleh Ridha-NYA, sehingga keluarga yang kita bangun bisa di Naungi oleh percikan pahala yang bisa mengantarkan kita menuju surga. Tapi sebelumnya, disini aku sedang berusaha memperbaiki diri. Mengenal diriku lebih jauh dan lebih dalam agar bisa intropeksi kesalahan-kesalahan yang lalu dan yang kini. Meskipun hanya bisa dengan cara perlahan dan terlalu banyak memakan waktu. Tapi, ketahuilah, aku lebih senang melakukan perubahan dari hal-hal kecil daripada harus langsung beranjak ke hal-hal yang besar. Itu sungguh akan memberatkan hati dan akan berakibat buruk bagi kesehatan tubuh. Semoga kamu mengerti apa maksudku.

Calon suamiku, setiap hari aku selalu berteman dengan orang-orang yang sudah menodai hatinya sendiri. Aku tidak tahu apa mereka sadar akan hal ini. Suatu hal yang bisa berdampak besar untuk dipikul oleh tubuh mereka sendiri. Sesuatu itu adalah pacaran. Iya, mereka, teman-temanku rata-rata sudah memiliki pacar. Sejak mereka masih SMP, bahkan. Bayangkan, umur sekecil itu sudah berani masuk ke gerbang kemaksiatan. Mungkin mereka belum mengerti. Iya, aku mahfum akan hal ini. Tapi, setidaknya, mereka bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Ini bukan soal melulu tentang kesenangan hati yang selalu ingin dituruti, yang selalu di nomor satukan sehingga mereka tidak peduli lagi mana yang hak dan yang bathil. Yang penting mereka senang. Yang penting mereka sudah meluapkan nafsunya sendiri.

Sehingga, tanpa kita sadari, nafsu sudah menjadi pengendali tubuh secara refleks. Bisa dikatakan nafsu sudah di agung-agungkan seperti Tuhan. Alangkah hancurnya dunia ini jika semua manusia melakukan seperti itu.

Calon suamiku yang baik, apa kamu juga sedang merasakan hal yang sama? Atau mungkin kamu sudah terjerumus kedalam perbuatan zina, seperti mereka? Aku tidak tahu. Yang penting, aku tidak melakukan apa yang mereka lakukan. Aku selalu menjaga hati ini siang dan malam agar selamat dari rayuan setan yang terkutuk!

Kamu tahu? Aku sering membaca buku tentang pandangan islam tentang pacaran dan dampak apa yang terjadi setelahnya?

Ternyata, hanya dengan pandang-pandangan saja itu sudah berdampak buruk bagi hati. Kamu pasti pernah merasakannya, bukan? Satu atau dua kali. Ketika ada perempuan lewat lalu kamu pandangi, betapa cantiknya. Betapa sempurna tubuhnya. Betapa kamu ingat akan warna baju yang Ia pakai. Cara berjalannya yang anggun, dan hal-hal kecil lainnya. Setiap hari kamu gelisah karena memikirkan paras dia yang cantik. Tidurmu tak lagi nyenyak karena dia perempuan dambaanmu. Tentu saja, waktumu terbuang dengan sangat sia-sia. Sholatmu tak lagi tepat waktu. Sebab, kamu selalu di sibukkan oleh bayang-bayangnya.
Kamu selalu tertegun dengan lagu-lagu cinta yang menghanyutkan dari pada ayat Al-Qur'an. Semua berubah sangat drastis akibat 'hanya' melakukan pandangan.

Jaga mata kamu baik-baik, ya! Sebab, kata Rasulullah: jagalah mata! Karena zinanya mata adalah melihat.

Calon suamiku yang sabar, maaf, mungkin tulisanku agak sedikit ngawur dan berantakan. Tapi, izinkan aku untuk belajar mengutarakan apa maksudku padamu. Semoga kamu tidak merasa risih dan ingin cepat-cepat berhenti dari tulisan yang membuat kepalamu pening ini. Sabarlah, ikuti saja sampai tamat. Aku tidak akan mengajakmu ke tempat-tempat gelap. Semua akan baik-baik saja.

Nanti jika kita bertemu. Apakah kita akan saling kenal bahwa kita adalah jodoh? Apakah Allah akan mempertemukan kita dengan cepat? Atau kita akan bertemu 10 atau 20 tahun yang akan datang? Entahlah, calon suamiku, semua rahasia Allah. Kita tidak akan pernah tau rencana selanjutnya.

Maaf, mungkin akibat pertanyaan-pertanyaanku ini kepalamu semakin pening. Minumlah terlebih dahulu, santai saja, jangan terburu-buru. Lalu setelah itu, kamu boleh membacanya kembali. Sebab, akan ada sebuah pertanyaan yang lebih dahsyat dari ini!

Aku selalu berharap, kita punya tujuan yang sama. Yaitu mencari ridha Allah. Karena aku yakin dan percaya, jodoh itu adalah cerminan.

Oh, ya, nanti jika kita sudah menikah. Kamu ingin punya anak berapa dariku? Kita harus merencanakan ini dengan matang. Sebab, aku tidak akan ikut program KB (Keluarga Berencana) yang di usulkan oleh pemerintah. Kamu taulah apa maksudku! Dengan atau tanpa kita sadari, program KB hanyalah program orang Yahudi dan Nasrani untuk menghilangkan keturunan muslim secara perlahan.

Kita harus mempunyai anak yang bisa membangun agama islam lebih baik. Tanpa agama, manusia tak lebih berbeda dari binatang, bukan? Aku yakin, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anak-anak kita kelak. Semoga kesehatanmu selalu dijaga oleh Allah SWT. Karena aku tau, pekerjaan selalu mengekangmu untuk pulang larut malam. Sehingga waktu istirahatmu akan berkurang. Ditambah lagi kamu harus bangun pagi untuk mengantarkan anak-anak pergi ke sekolah.

Maafkan aku, mungkin aku terlalu lemah menjadi istri ataupun ibu. Tapi, semoga kamu selalu mencintai dengan segala kekuranganku. Kamu tidak usah menanyakan apakah aku juga mencintaimu? Sebab, aku selalu mencintaimu sampai detak jantung hilang dari dalam nadi.

Jika kamu memang sudah lelah dengan pekerjaanmu, jujurlah! Aku tidak akan marah. Kita bicarakan baik-baik agar segera bertemu dengan penyelesaian masalah. Aku bisa menjait, kita bisa membuka usaha konveksi. Atau jika itu terlalu berat bagimu. Aku bisa berjualan warung makan sederhana di depan rumah. Kita percaya rezeky itu pasti selalu ada. Kita menemukan 1 kesulitan, Allah beri 2 kemudahan. Yang terpenting, kita mempunyai banyak waktu untuk anak-anak. Kita ajarkan dan mendidiknya dengan berpegang teguh pada agama. Agar kelak, ketika kita sudah meninggal. Akan ada amal yang tidak terputus dari anak-anak kita yang selalu mendo'akan orang tuanya.

Aduh, mungkin surat ini terlalu menyulitkan bagimu. Sebentar lagi, kamu akan menamatkan tulisan ini. Atur nafasmu dulu, agar kamu tidak merasa sulit.

Terakhir, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepadamu. Mungkin, kelak, kamu membacanya ketika menemukan sebuah blog kadaluarsa milikku. Kamu senyum-senyum sendiri. Dan diam-diam mencubit pipiku dengan gemas. Aku tidak ingin kalah. Aku dan anak-anak menyerangmu balik. Kita tertawa bersama, mempunyai keluarga sederhana yg hangat dan bahagia. Dan aku ingin kamu tau, aku sangat mencintaimu kini dan dulu. Aku mencintai keluarga kita yang semoga sakinnah, mawaddah, dan warohmah. Aamiin..

Aku Ingin

Aku ingin berkelana di dalam tubuhmu, sampai tidak mengenal waktu.
Menelaah jauh lebih dalam tentang kehangatan sepasang matamu.

Membaca dengan sabar dan teliti deretan nama yang ada di hatimu.

Semoga aku ada disana, mendekam dalam dinginnya tubuh tanpa harus mengganggu lelap tidurmu.

Sesepi inikah hidupmu?

Hingga sarang laba-laba berkembang biak dengan cepat di pojok-pojok luka hatimu. Barangkali memang para hantu mulai ada dan bersarang.

Aku ingin memeluk tengkuk lukamu, merawatnya hingga lekas sembuh. Sampai lebam itu hilang tanpa harus menjadi kenangan.

Aku butuh beberapa kapas dan betadine. Apa kamu mempunyainya?
Jika tidak. Jangan resah, sayangku..

Kamu hanya butuh beberapa nama yang bisa membalutnya. Dua atau tiga.

Tapi satu juga sudah cukup.

Sebab, pada akhirnya, hanya ada satu hati yang pantas untuk kamu singgahi.


Dan aku ingin menjadi hati yang terakhir di singgahi.

Semoga kamu berkenan.

Yang tak Terucap



Hai, apa kabar? Apa kamu masih mengenaliku? Ah, ini memang basa-basi yang jelek.


Entah kenapa, semenjak aku sibuk dengan buku-buku, aku menemukanmu. Kamu memberiku sebuah senyuman yang sangat manis melebihi gula. Bibirmu yang tipis menyempurnakannya. Aku tak tahu bagaimana rasa bibirmu. Aku tak akan pernah tahu. Barangkali aku hanya bisa menebak, mungkin rasanya seperti permen kapas. Lembut menyentuh lidah, membuat candu tak berkesudahan. Atau mungkin rasa bibirmu seperti buah kesemek mentah, pahit getir memeluk lidah, merambat pelan ke langit-langit tenggorokan. Kelak, biar istrimu yang akan tahu bagaimana rasa bibirmu.

Rasanya terlalu sulit untuk menulis tentang kamu. Entah aku yang baru pertama kali atau aku yang terlalu gugup dengan tulisan yang jauh dari sederhana ini. Kamu istimewa. Begitu kira-kira aku memvonis saat kali pertama bertemu. Sungguh, aku selalu tersihir dengan senyuman yang mengembang di bibirmu. Ingin aku gigit. Setelah itu, akan aku bawa pulang ke masa lalu.

Kamu tak mungkin tau tentang perasaan ini. Masih terlalu amatir. Aku berusaha untuk selalu menyembunyikannya dari orang-orang yang pandai menduga-duga. Perasaan ini cukup menjadi penyedap hidup. Tidak lebih. Dan tak ada niatan sama sekali untuk memilikimu. Sebab, hanya dengan mengenalmu itu sudah lebih dari cukup.

Aku harus berhati-hati terhadap hatiku. Itu memang harus, bukan?
"Aku senang jika ada yang melibat diriku kedalam sebuah tulisan." katamu disuatu siang yang panas.

Aku hanya tersenyum, mengangguk pelan menyetujui perkataanmu barusan.


Kita memang dekat. Tapi, hanya sebatas teman curhat. Hanya sebatas aku dan kamu. Sebab, kamu sudah memiliki kekasih. Kamu sangat mencintainya. Sangat. Melebihi cinta pada dirimu sendiri. Begitu kira-kira. Tapi kamu tak pernah sadar. Barangkali kamu tak peduli. Ah, memang egois dan keras kepala.
Kamu sering sekali membuat luka, akibat terlalu mencintainya. Kataku, jangan berlebihan. Sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Berkali-kali. Tapi kamu tetap tidak peduli.

Aku sering menemukanmu dalam keadaan gundah, sedih, dan cemas. Aku ingin menghiburmu, tapi aku tidak akan pernah bisa. Sebab, pada akhirnya kamu akan mencarinya untuk mengobati kesedihanmu. Kamu terjebak oleh pilihanmu sendiri. Dia yang kamu cintai bahkan sampai setengah mati, memilih diam dan tidak peduli. Dan setelahnya, kamu terpuruk jauh lebih dalam, jauh lebih dalam..

Kamu kenapa? Cup cup cup! Jangan sedih.. Muka gantengmu nanti hilang kalo cemberut gitu. Iya, aku ada disini. Hari ini kosong. Semuanya untukmu!

Mungkin kamu tidak akan pernah tau...

Kita sering komunikasi lewat sms. Dan aku tentu bahagia. Diam-diam aku gombalin kamu. Aku geli mendapatkan balasan seperti ini :

"Nanti hidung akunya terbang nih!"

Lalu aku jawab,

"Biarin, asal jangan mata kamu aja yang terbang!"
kamu bingung mendapatkan balesan seperti itu..

Aku menikmati setiap kali mata kita bertemu.